Success Story
Dibangun Dengan Doa, Dirawat Oleh Harapan
“Bancar Miwa Anggabaya didirikan dengan doa, dijalankan dengan semangat para pendirinya, dan dirawat oleh harapan akan rezeki yang mengalir deras.”
Nama adalah manifestasi doa. Maka, Eko Purwanto tak mau sembarang memilih nama saat mendirikan PT Bancar Miwa Anggabaya.
Bancar, dalam bahasa Jawa, berarti lancar dan deras. Bancar merupakan doa dan harapan Eko agar perusahaan pengembang perumahan bersubsidi yang dia dirikan berjalan dengan baik dan mendatangkan rezeki yang berlimpah.
Ditemui Tim WMagz di kantornya di Ruko Jatisari Permai, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Eko menceritakan, PT Bancar didirikan pada 20 Agustus 2015. Tak sendiri, Eko mendirikan PT Bancar bersama kedua rekan lainnya.
Dengan pengalaman sebagai marketing di perusahaan properti, ketiganya mantap menyatukan visi dan menerima kepercayaan dari investor.
Project Perumahan
Proyek pertama yang dikerjakan perusahaan ini adalah Bancar Cluster 1. Lokasinya berada di Boja, Kabupaten Kendal. Sejak awal diluncurkan, klaster ini langsung diminati masyarakat. Terbukti, 54 unit rumah bertipe 30/60 yang dibangun di atas lahan seluas 5.600 m2 ini ludes terjual dalam waktu singkat.
Melihat antusiasme masyarakat, Bancar kembali menghadirkan Bancar Cluster 2 di Tampingan, Boja. Rumah yang ditawarkan bertipe 36 dengan harga Rp 200 jutaan. Tak berhenti di situ, Bancar Miwa Anggabaya kembali melaunching Bancar Cluster 3, masih di Boja, yang segera terjual habis seperti perumahan terdahulu.
Selama 7 tahun berdiri Bancar di bawah komando Eko telah membangun 6 project perumahan di Boja dan Kabupaten Semarang. “Jika diakumulasikan, sampai saat ini kami sudah membangun lebih dari 700 unit rumah,” imbuh Eko.
Potensi Besar
Eko mengatakan, kebutuhan masyarakat akan hunian sangat tinggi. Dengan harga real estate yang sangat tinggi, rumah subsidi mulai dilirik. Terlebih Jawa Tengah adalah provinsi yang sangat berkembang dan banyak dijadikan jujugan investasi. Ini membuat kebutuhan perumahan subsidi dan permintaan berbanding lurus.
“Selain itu rumah masih menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat. Kalau yang berduit membeli duit untuk investasi, sedangkan masyarakat awam membeli rumah untuk berteduh bersama keluarga. Itulah yang membuat pasar rumah bersubsidi tidak pernah habis,” kata pria kelahiran Cilacap, 18 November 1989 ini.
Saat ini lokasi perumahan yang banyak diminati adalah di kawasan Boja, Kendal. Menurut Eko, penyebab kawasan ini berkembang dengan sangat pesat lantaran dekat dengan Kota Semarang. “Kota Semarang sudah terlalu padat sehingga orang lebih menyukai tinggal di daerah pinggiran yang masih asri dan tenang tapi tidak jauh dari pusat kota,” terang alumnus S1 Teknik Informatika STIKUBANK ini.
Kolaborasi
Ketersediaan lahan kerap jadi persoalan. Selain terbatas, Bancar harus bersaing dengan pengembang yang lebih kecil. Namun Eko tak ingin menjadikan pengembang lain sebagai pesaing. Ketimbang berkompetisi, dia lebih nyaman berkolaborasi dengan pengembang lainnya.
“Semua adalah teman, tidak ada yang namanya kompetitor. Maka semua harus dirangkul. Mari bersaing secara sehat. Rezeki ada jalannya sendiri ketika kita membuka tali silaturahmi,” imbuhnya.
Semangatnya untuk berkolaborasi membuat Eko mendapat kepercayaan sebagai Ketua DPW Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) Jawa Tengah.
Promosi
Pertemanan dan persaingan sehat menjadi berkah tersendiri manakala terjadi kemerosotan ekonomi seperti saat pandemi covid-19 melanda Tanah Air. Sinergi dan kolaborasi antarpengembang membuat bisnis ini tetap bertahan meski perbankan masih melakukan pembatasan kredit.
“Kami mencoba memberikan promo semudah mungkin untuk masyarakat sembari menunggu perekonomian membaik. Salah satu yang kami tawarkan adalah Rp 5 juta sudah dapat rumah all in, jadi masyarakat tinggal mengangsur,” katanya.
Eko meyakini, seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, daya beli konsumen terhadap rumah bersubsidi akan pulih. “Karena rumah itu dibutuhkan sampai kapanpun. Hanya saja saat pandemi memang kondisi serba sulit sehingga perlu banyak dorongan dan edukasi untuk masyarakat,” tuturnya.
Eko merasa beruntung menjadi nasabah BPR WM. Menurutnya, BPR WM memiliki sejumlah produk yang cukup menarik dan tidak dimiliki perbankan lainnya. Pelayanan BPR WM pun dinilai Eko sangat baik, cepat, dan memudahkan nasabah.
“Bunganya juga kompetitif sehingga nasabah bisa tetap mengangsur saat kondisi perekonomian tidak baik,” katanya. (lau)
Leave a reply
Empat Dekade Jual Reklame Tanpa Staf Marketing
Di bidang advertising, Ruth, sapaan Lewi Ruth Liliana, bukan pemain baru. Dia dan sang suami, Hendra Leksana, telah merintis perusahaan reklame bernama Starlite Advertising di Kudus sejak 1981. Kala itu keduanya baru saja menikah.
Sebagai perintis, perusahaan ini jadi jujugan para pemasang iklan. Produknya beragam, mulai dari baliho, billboard, neonbox, dan berbagai media pemasaran lainnya. Banyaknya orderan membuat perusahaan ini mampu mempekerjakan hingga 40 karyawan.
Seiring berjalannya waktu, banyak orang mulai melirik bisnis ini. Pesaing pun bermunculan dan menggerogoti pangsa pasar Starlite dengan menawarkan harga di bawah harga pasaran. Sementara Starlite konsisten menjual produk dan jasa sesuai harga material yang berkualitas.
“Kalau ada perusahaan lain menawarkan harga lebih murah tentu karena mereka pakai bahan yang kurang bagus. Kalau mereka pakai bahan yang bagus, tidak mungkin bisa menjual di bawah harga pasaran,” terang perempuan kelahiran Kudus, 13 Mei 1955 ini.
Tidak Punya Marketing
Selain material, Ruth juga menjaga kualitas reklame buatannya. Baginya, kualitas reklame yang baik tidak hanya berfungsi mempromosikan produk dan jasa perusahaan kliennya, melainkan juga bisnis advertisingnya. Maka selama 4 dekade, Ruth percaya diri menjalankan bisnis tanpa tenaga marketing.
“Kalau bikinan kita bagus secara tidak langsung, itu akan jadi media promosi bisnis kita. Saya beberapa kali kehilangan konsumen karena mereka cari harga yang lebih murah di perusahaan advertising lain. Tapi setelah melihat hasil jadinya mereka kecewa dan akhirnya datang ke saya,” kata Ruth.
Pelayanan Starlite tidak berhenti setelah reklame terpasang. Ruth mengatakan, pihaknya memberikan garansi perawatan hingga 1 tahun. Maka segala kerusakan yang timbul akan diservis dengan baik.
“Di dunia ini tidak ada sesuatu yang ‘saerah’ alias bagus tapi murah. Kalau mau bagus pasti ada harga yang harus dibayar karena kualitas bahan menentukan dan pelayanan yang memuaskan,” imbuh ibu satu anak ini.
Karena konsistensi menjaga mutu produk dan layanan, bisnis reklame Starlite berkembang lintas kota, provinsi, bahkan pulau. Ruth mengatakan, titik pelayanannya tersebar di sejumlah kota besar di Tanah Air seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Papua.
Kliennya pun bukan sembarang. Sejumlah perusahaan rokok ternama di Tanah Air, resto ayam goreng, klinik perawatan kulit, apparel, hotel, bakery, ekspedisi, dan supermarket, langganan menggunakan jasanya.
Pekerja Keras
Empat dekade berkecimpung di bidang advertising, Ruth menyebut tidak ada kesulitan berarti. Bagi pekerja keras sepertinya kesulitan adalah tantangan naik kelas. Maka semua dijalani dengan hati yang ringan.
Dukungan dari para karyawan juga menjadi sumber kekuatan. Terlebih, karyawan yang bekerja pada Starlite adalah orang-orang lama yang telah memiliki masa kerja belasan hingga puluhan tahun. Maka Ruth menganggap karyawan tak ubahnya seperti keluarga baginya.
“Kita juga harus banyak-banyak berdoa dan bersyukur pada Yang Mahakuasa. Yakin saja, berkat Tuhan sudah dibagi rata untuk umatnya,” ujarnya.
Ruth juga tak lupa akan dukungan BPR WM dalam mengembangkan usahanya. Sejak BPR WM membuka kantor cabang di Kudus, Ruth adalah salah satu nasabah pertamanya.
“Yang saya rasakan BPR WM sangat perhatian kepada nasabah. Stafnya sangat ramah dan kekeluargaan. Saya juga diberi banyak kemudahan, terutama karena bisnis saya baru dapat pemasukan setelah pekerjaan selesai,” tandasnya. (lau)
Infografis :
Starlite Advertising
Jl R Agil Kusumadya Ploso Gg I No 917 Kudus
(0291) 433197
Leave a reply