Fenomena perubahan gaya transaksi jual beli ini dikenal dengan istilah  cashless society (masyarakat tanpa uang tunai). Seperti yang terlihat, istilah  tersebut merujuk pada kondisi masyarakat yang lebih  memilih  untuk menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi barang dan jasa dibandingkan dengan uang fisik. Menurut survei yang dilakukan oleh LinkedIn  dan Ipsos Reid  pada 2015,  51 persen generasi milenial  membayangkan transaksi di masa depan akan berlangsung secara cashless. Hasil tersebut didapatkan dari  9.200 total responden pengguna internet dari  10 negara yang berbeda dan terdiri dari  generasi milenial  dan generasi X. Lalu bagaimanakah generasi milenial seharusnya bersikap dalam menghadapi perubahan gaya dalam bertransaksi ini? Menurut perencana keuangan,Eko Endarto, sebagaimana dikutip dari laman kumparan.com menguraikan tanggapannya seputar fenomena cashless society ini. Eko menyebut sistem cashless  sebenarnya memiliki  beberapa keunggulan, misalnya, transaksi yang lebih  detail, lebih  aman, serta lebih  mudah. Selain itu, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi generasi milenial  untuk menjadi cashless. “Teknologi membuatnya mau tidak mau pasti akan lanjut, zaman mereka pasti nontunainya pasti lebih  banyak karena mereka dikasih dari  orang tua pun tidak pernah lagi sekarang tunai kan,  sudah main  transfer-transfer aja. Sejak lahir sudah ada ATM, kita  dulu  kan  belum,” ujarnya.

Meski demikian, Eko menilai fenomena cashless ini tidak berpotensi membuat generasi milenial  menjadi boros. Hanya saja, hal ini cenderung membuat milenial  menjadi tidak mengerti nilai (value) uang yang dimilikinya, karena nilai uang itu sendiri saat ini menjadi agak kabur. “Boros sih nggak, tapi  kadang-kadang mereka tidak mengerti value uangnya. Ya, jadi kadang-kadang mereka menganggap angka 100  (rupiah) sama dengan angka 100  ribu,  sama dengan 1 juta  nih, dalam hal membelanjakannya, karena nilai uangnya jadi agak kabur nih ketika kita menggunakan cashless karena kan sekadar angka, sekedar nolnya banyak, ya  kan? Dulu kan  kita  bikinnya warnanya berbeda, ada koin  ada kertas. Sekarang ya  sekadar belanja aja,”  jelas  Eko. Maka  dari  itu, Eko juga  menyarankan agar generasi milenial  tidak hanya menggunakan uang yang dimiliki untuk berbelanja saja. “Sebaiknya, selain menggunakan uang untuk belanja, mereka juga  harus punya produk investasi,” jelasnya. Eko sendiri menjelaskan kalau saat ini terdapat banyak bentuk investasi yang bisa dimiliki oleh generasi milenial dengan cukup mudah. Beberapa di antaranya seperti tabungan berjangka, bermain saham online, reksa dana, serta membeli emas. [LAU]