8
Edisi 5 | Apr 2015
TOPIKUTAMA
Kerjasama usaha Joko dengan
Bulog dimulai sejak tahun 1999.
Ketika itu, Joko menyuplai beras ke
Bulog melalui Koperasi Unit Desa
(KUD). Kemudian pada tahun 2000-
2001, Joko mendapatkan kontrak
dari Bulog untuk menyuplai 1.000
ton beras dalam waktu 2 bulan.
Saat itu usahanya masih terbilang
kecil dan dia belum memiliki
alat untuk memproduksi beras.
Beruntung Joko memiliki beberapa
rekanan yang dapat ia percayai
untuk membantunya memenuhi
kuota permintaan tersebut.
“Semua modalnya kepercayaan. Itu
untungnya kalau kita jadi orang
yang disiplin dan memegang
komitmen. Orang pun mau untuk
percaya pada kita,” kata pria yang
hobi otomotif ini.
Sejak saat itu, usaha Joko mulai
berkembang. Sedikit demi sedikit,
dia mampu membeli alat-alat
untuk memproduksi beras. Dia pun
tak hanya menyuplai untuk Bulog,
namun juga memasarkan beras
produksinya ke berbagai daerah di
Pulau Jawa dan Kalimantan.
Pernah suatu ketika, kapal yang
mengangkut beras produksinya
senilai Rp 1 Miliar karam di Laut
Jawa. Untungnya, cek sudah di
tangannya dan dia tak harus
mengganti beras yang karam
tersebut. “Yang namanya resiko
pasti ada dalam bisnis, kalau tidak
berani ya tidak usah bisnis,” ujarnya.
Tak Selalu Untung
Menjadi pengusaha penggilingan
padi, dikatakan Nur, tak melulu
menguntungkan. Selama masa
paceklik seperti saat ini, kualitas