48
Edisi 5 | Apr 2015
Misteri
Hingga kini belum ada satupun ahli
sejarah yang berhasil memastikan
untuk apa bangunan peninggalan
Kerajaan Mataram dari abad ke-8 ini
didirikan.
Jika berdasarkan isi Prasasti Rakai
Panangkaran berangka tahun 746-
784 Masehi yang ditemukan di
kompleks bangunan, bangunan ini
dulunya disebut Abhyagiri Wihara.
Abhaya berarti tidak ada bahaya, dan
Wihara berarti asrama atau tempat.
Sehingga jika diartikan keseluruhan,
Abhayagiri Wihara memiliki
arti tempat yang penuh dengan
kedamaian, bebas dari bahaya.
Kemudian pada tahun 856-863
Masehi, menurut isi Prasasti Siwargha,
Abhyagiri Wihara diubah namanya
menjadi Keraton Walaing dan juga
benteng pertahanan oleh Raja Vasal
yang bernama Rakai Walaing Pu
Kumbayoni.
Setelah itu tak ada lagi berita
tentang Abhyagiri Wihara sampai
tahun 1790 ketika seorang Belanda,
Van Boeckholtz menemukan adanya
reruntuhan kepurbakalaan di situs
itu. Seabad kemudian, FDK Bosch
melakukan penelitian di situs itu dan
melaporkan hasil penelitiannya yang
diberi judul Kraton Van Ratoe Boko.
Sejak saat itu, situs ini disebut Kraton
Ratu Boko.
Jika dilihat dari peletakan bangunan
dan keberadaan keputren di salah
satu sudut, bangunan ini memang
lebih mirip seperti keraton. Terlebih,
sistem pengairan keputren di atas
JELAJAH
bukit menunjukkan bahwa di lokasi
ini memang digarap sedemikian rupa
agar nyaman untuk menjadi tempat
tinggal.
Penyebutan tempat ini sebagai
Keraton Ratu Boko menimbulkan
pendapat bahwa di tempat ini
dulunya adalah istana Raja Boko, ayah
Roro Jonggrang yang terkenal dalam
kisah Candi Prambanan. Terlebih, usia
bangunan keraton ini memang lebih
tua dibandingkan Candi Prambanan
dan Borobudur. Keraton ini kabarnya
didirikan pada masa Dinasti
Syailendra, jauh sebelum masa Raja
Samaratungga yang mendirikan Candi
Borobudur dan Rakai Pikatan yang
merupakan pendiri Candi Prambanan.
Misteri yang juga belum terpecahkan
adalah di tempat yang diperkirakan
sebagai tempat ibadah para bhiksu
Budha ini juga ditemukan banyak
artefak bernuansa Hindu, seperti
arca Ganesha, Candi Pembakaran dan
sumur yang airnya digunakan para
pemuka agama Hindu melakukan
upacara Tawur Agung.
Situs Keraton Ratu Boko ini begitu
indah dan sayang sekali untuk
dilewatkan. Siapapun pasti terkesima
melihat begitu majunya teknologi
peradaban jaman purbakala, yang
sayangnya kini hanya berbentuk
puing-puing reruntuhan. Misteri
kedamaian Keraton Ratu Boko di
masa lalu seakan hilang seiring
dengan hancurnya bangunan yang
dilingkupi kesunyian ini.
Untuk menuju ke situs ini relatif
sangat mudah. Para wisatawan
dapat membeli tiket terusan Candi
Prambanan-Keraton Ratu Boko
seharga Rp 45 ribu dan menaiki bus
wisata gratis menuju Keraton Ratu
Boko dari Candi Prambanan. Atau
langsung menuju ke lokasi Keraton
Ratu Boko yang berjarak kurang lebh
3 Km dari Candi Prambanan dan
membayar tiket masuk Rp 15 ribu.
(lau)