52
Edisi 5 | Apr 2015
EVENT
sambutannya mengatakan,
kawasan Pecinan yang dulunya
terkesan suram dan kumuh
bisa berubah menjadi tempat
yang atraktif untuk masyarakat.
Begitupun dengan masyarakat
Tionghoa yang dulunya
dimarjinalkan, kini telah terbuka
dan diterima dengan baik di
tengah masyarakat. “Kami, etnis
Tionghoa, adalah warga Negara
Indonesia, yang punya hak,
kesempatan dan kewajiban yang
sama dengan warga lainnya,” ujar
pemilik usaha minuman kemasan
tersebut.
Dia juga merasa bangga karena
PIS kini telah menjadi contoh
kehidupan multikultural yang
meretas batas etnis. Dan PIS tidak
hanya jadi perhelatan milik kaum
Tionghoa saja, melainkan seluruh
warga Kota Semarang. “Inilah
wajah Kota Semarang yang kami
cintai, yang tidak dimiliki kota lain
di Indonesia,” katanya.
Penuh Sesak
Festival PIS hari pertama penuh
disesaki para pengunjung.
Masyarakat, yang sebagian
besar berasal dari dalam Kota
Semarang itu, terlihat antusias
meski harus berdesak-desakan saat
menyaksikan berbagai kesenian
asal Tiongkok, seperti wayang
potehi, barongsai, liong, wushu,
musik tradisional Lam Kwan dan
Qiang Xi atau catur gajah.
Tak hanya kesenian khas Tiongkok,